Di tengah tuntutan ribuan warga korban Lumpur Panas Lapindo yang tak kunjung terpenuhi atas hak tanah tempat tinggal mereka yang telah tenggelam, ternyata sejumlah pihak telah terlebih dahulu meraup banyak keuntungan darinya. Perusahaan stasiun TV Swasta Lokal milik Dahlan Iskan, JTV, misalnya, diam-diam telah mencuri untung sedikitnya Rp. 2,6 Miliar dari bencana ini.
JTV bukanlah satu-satunnya pihak yang mendapat banyak keuntungan dari bencana ini. Sumber di PT. Lapindo Brantas mengungkapkan, sejumlah perusahaan media lainnya, baik elektronik maupun cetak, utamanya yang berkantor di Surabaya, juga mendapat bagian jatah dari manajemen PT Lapindo Brantas yang bertujuan agar mereka tidak memberitakan bencana yang diakibatkan oleh kecerobohannya ini secara berlebihan.
Namun sumber tadi memastikan bahwa Perusahaan JTV-lah yang mendapat porsi jatah paling besar dari bagi-bagi duit ini ketimbang perusahaan media lainnya. Dikabarkan jumlah uang yang turun hingga sedikitnya Rp. 2,6 Miliar ke JTV itu dikucurkan dalam tiga termin sejak pertengahan 2006 lalu.
Termin pertama turun langsung sebesar Rp. 2 Miliar. “Uang Rp. 2 Miliar itu digunakan untuk memproduksi sejumlah tayangan di JTV. Di antaranya adalah sejumlah episode untuk acaranya AA Gymnastiar, seorang Dai kondang yang baru saja dihebohkan dengan pernikahan keduanya. Sejumlah epidode lainnya untuk sebuah acara musik dangdut, serta sejumlah episode untuk membiayai ongkos produksi acara Talks Show Cangkru’an yang dipandu oleh komedian, Priyo Aljabar,” ujar salah seorang produser di JTV saat dikonfirmasi tentang kabar ini.
Seluruh tayangan yang disebutkan tadi diproduksi sendiri oleh JTV dan sudah kelar sebelum November 2006. Sayangnya sumber tersebut itu tidak berani membeberkan berapa biaya masing-masing dari tayangan tersebut. Namun dia mengaku porsi terbesar dari Rp. 2 Miliar yang turun di termin pertama dari Manajemen Lapindo itu paling besar masuk ke Divisi News.
Selain itu masih ada satu lagi tayangan yang biayanya diambilkan dari uang panas Rp. 2 Miliar dari Lapindo, yaitu program sinetron sebanyak 13 episode yang berjudul “Gali Lubang Tutup Lubang”. Sinetron berbahasa Jawa yang mengisahkan tentang korban Lumpur Lapindo ini tidak diproduksi sendiri oleh JTV melainkan penggarapannya diserahkan ke Parsi Jatim.
Salah seorang pengurus Parsi Jatim membenarkan pihaknya mendapat order dari JTV untuk memproduksi sinetron ini. “Sinetron Ludruk ini terakhir ditayangkan di JTV pada akhir Desember (2006) lalu,” katanya. Lebih lanjut dia memapakarkan biaya produksi pembuatan sinetron ini sebesar Rp. 15 juta per episode. Adapun Parsi Jatim untuk membikin produksi ini per episode hanya dikucuri Rp. 8 jutanya saja. Sisanya masuk ke orang-orang JTV dengan alasan untuk menyewa equipment yang seluruhnya memang didatangkan dari JTV.
Minta Tambah
Sebenarnya jatah JTV dari Lapindo untuk mengerem pemberitaan tentang kasus lumpur panas ini adalah cuma Rp. 2 Miliar itu saja. Namun ternyata setelah total Rp. 2 Miliar ini sudah habis JTV kemudian dikabarkan minta lagi ke Manajemen Lapindo. Alasannya waktu itu untuk membiayai program acara Tujuhbelasan dan telah ditayangkan JTV pada bulan Agustus lalu.
Untuk program ini JTV minta Rp. 300 juta. Konon permohonan ini dikabulkan oleh Lapindo dan JTV pun bikin program besar-besaran untuk memperingati HUT Kemerdekaan RI ini, dengan salah satunya membagi-bagikan hadiah kepada pemirsanya. Itulah termin kedua turunnya dana dari Lapindo di JTV.
Tidak berhenti di situ, pada Hari Raya Idul Adha, akhir Desember lalu, JTV kembali minta dana lagi. Kepada pihak manajemen Lapindo, JTV menyatakan idenya untuk menggelar penyembelihan hewan korban secara masal di lokasi pengungsian korban lumpur Lapindo. Untuk itu lagi-lagi JTV minta sedikitnya Rp. 350 juta.
Sukses, acara yang kemudian dikoordinir oleh Yayasan Dana Sosial Al Falah (YDSF) ini bahkan masuk Museum Rekor Indonesia (MURI) karena menampilkan 362 ekor kambing dan 25 ekor sapi untuk disembelih dan dibagikan di lokasi pengungsian. Begitulah, sampai termin ketiga turunnya dana pada Hari Raya Idul Adha itu berarti sedikitnya JTV telah menghabiskan sedikiktnya Rp. 2,6 Miliar dari PT Lapindo Brantas.
Sementara itu nasib rakyat korban Lumpur sampai hari ini sebagian besar masih terkatung-katung. Hak mereka atas tanah tempat tinggalnya yang tenggelam belum kunjung cair. Padahal hak ganti rugi mereka telah ditetapkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono dalam rapat kabinet, akhir tahun lalu (28/12).
Seperti yang pernah ramai diberitakan, dalam rapat terbatas selama dua hari yang dihadiri Gubernur Jatim, Imam Utomo, dan Bupati Sidoarjo, Win Herarso, Presiden menetapkan Lapindo harus menyediakan Rp. 3,8 triliun.
Perinciannya: Rp. 2,5 triliun untuk uang kompensasi ganti rugi warga, serta Rp. 1,3 triliun untuk penanggulangan semburan, recovery infrastruktur, perbaikan aset Pemkab Sidoarjo serta pembayaran paket uang kontrak rumah warga yang meliput Rp. 5 juta/ KK untuk kontrak 2 tahun, Rp. 500 ribu/ KK untuk biaya pindah rumah dan Rp. 300 ribu/ jiwa per bulan untuk jaminan hidup 6 bulan.
Dana tersebut berdasarkan rapat kabinet seharusnya sudah cair sejak 5 Januari lalu. Namun ganti rugi itu sendiri sampai sekarang masih diributkan tentang masalah sertifikat tanah warga. Belakangan warga menolak karena hanya mau dibayar separuh-separuh dalam sejumlah tahap.
Ironis, hak ganti rugi warga yang telah ditetapkan dalam rapat kabinet dan disetujui presiden tak kunjung cair sementara JTV begitu meminta, tanpa dirapatkan oleh kabinet, apalagi disetujui presiden terlebih dahulu, langsung cair hingga totalnya kira-kira mencapai Rp. 2,6 Miliar.
Menurut catatan Media Center Penanganan Bencana Luapan Lumpur Porong, pengungsi korban Lumpur Lapindo sampai hari ini telah mencapai 3633 KK, atau sekitar 12.814 jiwa. Tercatat pula sudah tiga desa di sana yang tenggelam lumpur. Yaitu Desa Kedungbendo di Kecamatan Tanggulangin, serta desa Siring dan Jatirejo di Kecamatan Porong. Kira-kira akan menyusul tenggelam dalam waktu dekat adalah Desa Renokenongo yang hingga berita ini ditulis kondisinya sudah kritis.
Sementara hak ganti rugi warga belum kunjung cair, satu-satunya tempat pengungsian yang disediakan oleh Timnas di Pasar Porong Baru pun sudah penuh. Padahal kalau mereka berdemo demi menuntut haknya yang tak kunjung cair itu, pasti memacetkan akses jalan dari Surabaya menuju Malang dan sekitarnya. Seperti yang kembali terjadi selama tiga hari berturut-turut pada akhir Februari lalu yang berakibat perekonomian di Jatim dan bahkn nasional lumpuh. Tentu saja, keuntungan di pihak JTV yang sudah menerima sedikitnya Rp. 2,6 Miliar dari bencana ini. (nif)