Sunday, July 13, 2008

Pesona Kumis Dalam Pilkada

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara langsung membutuhkan politik pencitraan yang kuat. Calon dipilih berdasarkan citranya di masyarakat.
Repotnya, pemilih tak pernah memperhatikan apakah citra masing-masing calon ternyata kerap dimunculkan oleh pencitraan buatan. Persoalannya, para calon telah dengan sengaja memunculkan pencitraannya lewat iklan-iklan yang mengepung kehidupan masyarakat, termasuk melalui media televisi. Akibatnya, masyarakat yang tinggal di Papua, misalnya, juga "dipaksa" menyaksikan berbagai iklan Pilkada di daerah lain. Terlebih, dua stasiun televisi swasta nasional turut menampilkan acara "Debat Pilkada" dalam salah satu programnya, yang didalamnya dipenuhi oleh "politik pencitraan". Salah satu pencitraan itu adalah melalui kumis.
Tercatat, paling tidak terdapat tiga Pilkada yang menampilkan calonnya sebagai "Si Kumis". Pertama, Pilkada DKI Jakarta, 8 Agustus 2007. Saat itu Fauzi Bowo yang kebetulan berkumis sering tampil di hadapan publik dengan jargon "coblos kumisnya!". Kedua, Pilkada di Sulawesi Selatan (Sulsel). Salah satu calonnya, Syahrul Yasin Limpo, yang juga berkumis, lewat beberapa bilboard, dalam berkampanye, sering menonjolkan kumisnya.
Serta yang ketiga adalah Pilkada Jawa Timur (Jatim). Bahkan salah satu pasangan calon berikut wakilnya ada yang sama-sama berkumis, yaitu "Pak De" Soekarwo dan "Gus Ipul" Saifullah Yusuf. Dalam iklan kampanyenya baik melalui liflet, poster, banner maupun televisi, pasangan ini menjual kumisnya dengan meneriakkan jargon "Coblos Brengose!".
Pada acara debat yang menghadirkan masing-masing Cagub Jatim di Hotel Mercure, Surabaya, yang juga ditayangkan oleh salah satu stasiun televisi swasta nasional, Senin (7/7), pengamat komunikasi, Efendy Gazali, sempat bertanya pada pasangan nomor 5 Pilkada Jatim ini, "Apa hubungannya kumis dengan politik?".
Dijawab Gus Ipul bahwa kumis yang dimaksud ada dua: "Kumis yang pertama dimaksudkan untuk mempererat "kumisrahan" dan kumis yang kedua untuk mengurangi "kumiskinan" (baca: kemiskinan)". Tentu saja bekas Menteri Perencanaan Kawasan Daerah Tertinggal ini setengah berseloroh.
Yang jelas, sejak zaman dahulu, kumis telah dilekatkan untuk memperkuat sosok tokoh pemimpin. Ambil contoh Pak Raden, tokoh rekaan dalam film boneka Si Unyil ini diidentifikasi dari kumisnya yang panjang melintang dan lebat untuk memunculkan karakter yang kerap memerintah anak-anak sebagai wujud "yang kuasa" untuk memarahi. Tokoh lainnya, yang lebih realis, adalah Adolf Hitler. Walau kumisnya tak lebat, paling tidak dia sudah terbukti mampu memimpin pasukannya dengan tangan besi.
Terlepas dari itu, dalam dua Pilkada sebelumnya di DKI dan Sulsel telah sukses dimenangkan oleh kandidat berkumis. Keampuhan khasiat kumis ini kembali akan diuji dalam Pilkada Jatim yang akan berlangsung pada tanggal 27 Juli mendatang.

No comments: