Saturday, September 16, 2006
Perempuan Indonesia Tidak Boleh Iri
Barangkali perempuan Indonesia sekarang sama nasibnya dengan perempuan Amerika Serikat di abad ke- 19. Butuh waktu beratus-ratus tahun bagi perempuan Amerika untuk bisa hidup nyaman seperti sekarang. Namun begitu, belum ada satu pun perempuan yang bisa jadi presiden di negara adidaya itu.
Beda di Indonesia, kaum perempuannya yang sampai sekarang masih harus jatuh bangun memperjuangkan emansipasinya justru telah melahirkan nama Megawati Soekarnoputri sebagai presiden wanita pertama di republik ini—Presiden RI ke-4. Itulah hebatnya Indonesia. Ini diakui isteri Konjen Amerika Serikat di Surabaya, Kathleen J. Brahney.
“Memang betul, dalam sejarah perjuangan perempuan di Amerika belum pernah melahirkan presiden wanita,” katanya sembari terbahak. “Mungkin saya bisa jadi presiden wanita pertama Amerika Serikat,” imbuhnya masih diiringi gelak tawanya. Pun Kathleen terpaksa mengakui dalam hal ini Indonesia lebih maju dari Amerika.
“Tapi kalau calon wakil presiden wanita pernah ada. Tahun 1980-an, ada seorang calon presiden yang ingin berpasangan dengan calon wakil perempuan. Tapi, dalam pemilihan, warga Amerika tidak menghendakinya. Akhirnya mereka gagal,” imbuhnya. Sayangnya Kathleen lupa nama calon presiden berikut pasangannya yang perempuan itu.
Lebih lanjut Kathleen memaparkan, sejarah perjuangan perempuan di Amerika Serikat dimulai sejak tahun 1846. Sekadar diketahui, Amerika Serikat merdeka dari kolonial Inggris pada tahun 1776. Namun negara ini tidak termasuk Commonwealth sebab kemerdekaannya tidak diberi. Amerika Serikat dan Indonesia adalah dua negara di dunia yang kemerdekaannya tidak diberi penjajah.
Kathleen mengisahkan, pergerakan perempuan di AS dimulai dari kota kecil bernama St. Paulus. Waktu itu Amerika telah merdeka selama 70 tahun. Tapi sampai saat itu belum ada kesamaan hak antara laki-laki dan perempuan.
“Di zaman itu wanita tidak bisa melakukan apa saja. Mereka dituntut harus patuh kepada suaminya. Tidak boleh sekolah. Tidak boleh ikut pemilu. Jadi, sejak merdeka, butuh waktu 70 tahun bagi wanita Amerika untuk bisa ikut pemilihan suara,” ungkap Kathleen.
“Dari situlah kemudian semuanya dimulai. Lalu ditetapkan lewat Undang-Undang bahwa semua orang —laki-laki dan perempuan— punya hak yang sama seperti yang diberi Tuhan. Termasuk hak kemerdekaan, kesehatan, kebahagiaan dan lain-lain,” jelasnya.
Namun demikian, Kathleen menambahkan, AS baru menarik pekerja wanita di pemerintahan sejak perang dunia ke dua (1938 - 1945). Perjuangan perempuan semakin marak di tahun 1960-an. Tapi waktu itu isu yang dibawa sudah berganti. Yaitu persamaan ras antara kulit putih dan kulit hitam. “Sekarang, semua bidang pekerjaan terbuka untuk wanita. Malah di perguruan tinggi sekarang lebih banyak wanitanya dibanding laki-laki. Bahkan, sudah ada bidang studi wanita di sana yang banyak diminati mahasiswa,” paparnya.
Kathleen punya data, sampai hari ini tercatat ada 68 juta pekerja wanita di Amerika Serikat atau 68% dari total pekerja (laki-laki dan perempuan). Meski sampai sekarang AS belum melahirkan presiden wanita, tapi semua kebebasannya dilindungi Undang-Undang. Perempuan Indonesia tidak boleh iri. Butuh perjuangan keras yang panjang untuk bisa hidup nyaman seperti di negaranya Bu Kathleen. Sampai kapan? 300 tahun lagi, mungkin. (nif)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment